Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 01 September 2013

Romantisme Musyrifah untuk Santri


Berawal dari pemerhatian terhadap mereka para bidadari musyrifah (pemandu) santri. Sebut saja mbak Bela (nama samaran) rela memberikan segenap waktunya untuk menjaga Asma pasca lebaran. Tanpa pamrihpun (kalo pamrih namanya satpam dunk :D) menjaga bocil-bocil yang tertinggal di rumah cahaya ini. Juga tentang nilai ikhlas memberikan separuh nasinya untukku beberapa kali saat sahur Ramadhan lalu (kalo yang ini karena beliau makannya seutil til). Jazakillaah ‘ammah… ^_^

Pemandu santri yang setiap saat ‘syuro’ demi penjagaan ruhiah dan kemajuan kapasitas santri. Menjaga diri dan berusaha memberikan contoh yang baik, termasuk dari hal-hal yang kecil sekalipun. Sebut saja mbak One (nama samaran) langsung mengganti baju cantiknya dengan baju biasa saat sholat isya’ berjama’ah pasca halaqah Qur’an ba’da magrib, karena sebelumnya seorang santri, (sebut saja Rahma- nama samaran) menyampaikan dengan polosnya pada beliau langsung “kok mbak One sekarang lebih gerly ya” ha:D

Tidak sederhana sebenarnya. Dituntut setiap saat memperhatian gerik santri-santri tercinta. Saat pembagian teman dan kamar baru contohnya, ini tentu hasil melingkar mereka yang intensif, mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, pulsa, dan lainnya. Yah meski kadang rada risih dengan tingkat perhatian yang pernah lebih. Sebut saja, lagi-lagi mbak Bela, (tetep pake nama samaran ya), sangking perhatiannya setiap beliau lewat depan kamar selalu memanggil namaku sambil lalu… “Fitriiii….” Hanya itu -_-…. Bayangkan kalo lima kali bolak-balik?! Fitri… Fitri…. Fitri… Fitri… Fitri... Manggil tok, tanpa ada perlu? menolehpun tidak? ih, Gemesz! Belum lagi mbak Bela yang pake acara pinjem hp mbak one tanpa keterangan nama “mbak bela”… Tidaaak… Mbak Belaaa >.<

Halaqah qur’an di dampingi musyrifah tercinta. Sebut saja mbak Evi (nama asli) ketika sedang melingkar dalam sebuah cerita bersama, di tengah cerita seorang santri mengatakan “saya kan ga deket sama dia mbak…” Mbak evi menjawab penuh cinta, “Ndak boleh gitu… minta sama Allah, berdo’a agar saling didekatkan hati… perkara mudah bagi Allah…”. Ya rabb, mungkin bagi santri lain yang mendengar ungkapan itu akan biasa saja, tapi saya? Baru pertama kalinya mendengar dan merasakan kekuatan makna mendalam kalimat perihal do’a ‘didekatkan hati’ terhadap saudara, pun supermelownya saya menambah panjang deret tersentuh hati… Mbak Evi :*)

Satu lagi nih, amal yaumi santri. Ini yang sangat diperhatikan para musyrifah. Jika ta’limat tilawah saat Syawal pasca Ramadhan untuk santri adalah terjaga one day one juz, artinya mereka tentu menjaga lebih dari itu atau setidaknya istiqomah dengan standar yang sama. Kalo minimal qiyamulail sepekan empat kali untuk santri, mereka menyiapkan diri untuk everyday, plus membangunkan semua keluarga besar disini. Masalah mbangunin santri juga muncul uji kesabaran lagi nih. Ada-ada saja, tipe-tipe santri yang susah dibangunkan, atau tipe santri yang jika dibangunkan malah ngigau. “Hayok Nur, bangun, tahajud…” tegas seorang musyrifah tetap penuh cinta. “iya mbak, Semarang belok kiri…” Haha :D ngigau si Nur (nama santri samaran).

Pekerjaan lain? Membuat jadwal mata kuliah, melobi ustad, merencanakan konsepan ujian, metode hafalan qur’an saat halaqah, memasang wajah penuh senyum walau beban di pundak semakin berat, memasang tampang serius disaat ingin minta perhatian santri, menjaga hafalan agar menjadi imam sukses dengan ayat-ayat pilihan, menjaga tahsin bacaan Qur’an, forum agen rahasia lainnya mungkin, ah semua-mua…

Juga, tentang ke kelas. Udah setahun nih disini. Tapi kalo mau ke kelas, musyfirah tetap gencar manggil satu persatu kamar-kamar yang masih khusyuk bertafakur. Wanti-wanti kalo ada yang terlalu khusyuk hingga tidak sempat ke kelas.

Hei ! Musrifah mau-maunya ngurus santri? Yah jelas lah, karena memang udah tugasnya sebagai bentuk pengapdian pada pondok ini dan ustad. Sekedar itu? Jika hanya sekedar itu, jika hanya sesederhana itu, mbak Bela, mbak One, mbak Evi, mbak Ria, mbak Siwi, mbak Yesi, mbak Fida, (semua nama samaran loh ya:D) tidak akan betah bertahan hingga dua tahun dengan status, tekanan, dan berbagai tuntutan mereka sebagai Musyrifah. Lalu? Tentu ada yang lebih memberikan kekuatan cinta, untuk tegar berdiri dan membersamai. Apa? Niat ikhlas mengajak kebaikan karenaNya sajalah, dan tulus cinta pada santri, pun karenaNya. Hingga marah dan ngambeknya mbak Bela (masih  nama samaran) adalah marahnya cinta… hingga wajah imutnya mbak One (lagi-lagi nama samaran) adalah imutnya kekuatan cinta… hingga nasehat yang begitu sering diulang-ulang saat tahsinnya mbak Ria (ini juga nama samaran) adalah nasehat berlumur cinta… hingga kelemahlembutan mbak Siwi (nama asli) dalam adab komunikasi adalah adab menjunjung tinggi cinta… hingga pertanyaan intrograsi yang menyudutkan tersangka pulang telat tanpa izin-nya mbak One (nama samaran, eh:D) adalah intrograsi aura cinta... Bidadari pun cemburu pada mu para musyifah, pada lingkaran kita; rumah cahaya ^^

2 komentar:

 

Blogger news

Blogroll

About