Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 18 Juli 2013

Menunggu...



       Raja siang begitu perkasa menampakkan diri utuhnya. Sengatnya kadang dicaci, kadang juga dimanfaatkan untuk keperluan rumahtangga. Aku masih berjalan menelusuri sepanjang jalan raya Gejayan pinggir kiri. Wajah ini semakin bermandikan peluh keringat karna gerah. Tanganpun tak sudahnya menggapai saputangan mengelap dahi. Sesekali mengibaskan saputangan itu untuk menghasilkan angin buatan.

       Setiap minggu siang seperti ini pastilah aku kemari. Duduk di pelataran depan kaca sebuah bangunan toko buku ditemani Bu Ani dan gerobak cantik kue pukisnya. Biasalah membeli satu atau dua pukis untuk menemani duduk siang itu. Menunggu, berharap bertemu kembali sosok wanita berjilbab biru muda panjang nan anggun seperti tiga pekan yang lalu. Seorang yang cukup ku panggil Ukhti. Ukhti yang dulu pernah mengantarkan handphoneku ditengah malam hujan derasnya. Ia yang terburu, hingga hanya senyum manis yang terlontar dari bibirnya. Ah, aku belum sempat berterima kasih. Belum sempat menawarkan untuk beristirahat atau sekedar minum air putih, aku belum sempat menanyakan namanya. Aku hanya sempat memanggilnya “Ukhti….”, tapi ia terlanjur sudah pergi.

       Itulah, tiga pekan yang lalu, aku sempat melihatnya duduk sendiri di bangku panjang ini. Aku tak sempat turun dari laju motorku, lagi-lagi aku tak sempat menyapanya. Sudah kali ke tiga aku duduk dan menunggu ia sang ukhti… Ia tak kunjung tampak sejauh mata memandang.

       Matahari condong perlahan menghadap ke barat. Jalan raya semakin padat merayap. Toko buku itupun tak luput sepi dari pembeli. Lahan parkir semakin penuh, dan sudah ada tiga orang lain yang kini duduk di bangku panjang sampingku. Reflek menaruh pandang kepada setiap mereka yang mendekat dan memasuki toko. Aku masih sangat berharap ia datang. Sembari memandangi kue pukir di tanganku, hanya kupandangi.

       Minggu esok harinya, dengan jam yang sama, aku kembali. Di depan kaca sebuah toko buku, bangku kayu panjang. Menunggu harap sosok Ukhti datang. Pandangan yang semakin tertunduk. Hati ku berkabut, kecewa atau sedih seharusnya? Setiap orang yang lewat sudah tak kuhiraukan lagi. Putus asa itu tiba-tiba merasuk. 

       Genap sudah penantianku. Satu pekan berturut menunggu disini. Menunggu sosok yang jelas belum aku kenal, tidak ku tau asal asulnya, tidak ku tau sekedar namanya. Melipat bungkusan pukis, dengan kantong kresek putih. Biarlah, mungkin suatu saat aku bisa bertemu dengannya dan mentraktirnya pukis Bu Ani, dibangku panjang toko buku ini Mungkin seatu hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About