Wida menungkupkan kedua tapak
tangannya di wajah yang memerah. Semakin memerah saat tangisnya tersedu dan
nafas tersengal. Ditambah dengan suara tangis yang berusaha di tahan. Sesak
memang, tapi ia tak ingin ada yang tau bahwa Wida sedang menangis.
Beberapa kali melafazd istigfar dalam
hati. Memanggil-manggil nama ibu. Harapnya adalah ada bahu yang sudi sebagai
tempat sandarannya. Ada senyum yang tulus, yang sungguh menentramkan hati. Pun
sekedar menatap wajah ibu, memberikan semangat karna kasih sayang yang luar
biasa. Ah, tapi ibu sungguh jauh di kota seberang. Menerawang wajah ibu dari
kejauhan hanya akan menambah isaknya. Toh tak pernah ingin Wida, jika Ibu tau
ketika Wida kesuliatan ataupun sedih seperti ini. Ia hanya ingin ibu tau bahwa
Wida selalu baik-baik saja. Seperti ibu yang ketika ditanya kabar dengan
jawaban yang selalu baik-baik saja. Ah, betapa Wida ingin memeluk sosok penuh penyayang
itu.
Sebuah pesan
masuk di handphone mungil jadul Wida. Sebuah pesan singkat dari Ibu.
Selamat
Ulang Tahun Sayaang…
Semua
do’a yang terbaik dari Ibu
Di
setiap sujud malam untuk mbak Wida…
Ibu
kangen… jaga kesehatan nduk… <3
Wida
makin beringsut. Memeluk kedua kakinya yang telungkup. Isaknya menjadi-jadi.
Hatinya semakin sesak, napas yang kepayahan, matanya pedas, tubuhnya terguncang
terbawa isak. Jilbab coklatnya sempurna basah. Pipinya tak henti kuyup dari derasnya
bulir air tangis Wida. Hari lahir seseorang yang biasanya disambut dengan do’a
dan ucapan gembira, justru kini diawali dengan hujatan keras hingga sampai ke
hatinya.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar