Terkadang memang seorang guru dituntut memberikan contoh yang baik untuk murid-muridnya. Secara tidak langsung, apa yang dilakukannya akan menjadi contoh yang diambil, termasuk hal-hal miringpun. Satu sisi, memang bisa dikatakan tugas yang berat, namun sisi lain seharusnya gurulah yang belajar dan harus belajar memantaskan diri…
Ketika apa yang diajarkan, tampak
kontras sekali dengan apa yang tampak dalam dirinya, maka inilah yang dituntut
tidak seharusnya. Ketika seorang guru menyampaikan materi PKnH, tentang urgensi
kedisiplinan, maka akan janggal adanya, ketika justru guru itu sendiri yang
tidak disiplin !
Kaburo
magtan ‘inndallaahi anntaquuluu maalaa taf’aluun… (QS.As-Saff: 3).
Sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu
kerjakan… Demikian adanya, bahwa seorang Ustad atau guru menyampaikan seputar tazkiyannafh, misalnya, mempersoalkan
kesalahan yang sama (Al-ghoflah)
contohnya, namun ketika kesalahan sendiri tidak pernah diakui/ mungkin tidak
disadari (I’tiraf: mengakui
kesalahan) atas berulangnya kesalahan itu setiap hari, inilah yang kontras
sekali.
Jangan menuntut dihargai murid,
ketika guru sendiri tidak mampu menghargai kerja keras murid. Jangan sampaikan
perintah-perintah baik tertentu, selama kesalahan atas perintah itu justru
dilakukan sendiri oleh sang guru berulang kali. Terlepas dari manusia yang
tidak luput dari dosa, seharusnya pekerjaan mulia, juga didasari
kesadaran-kesadaran dan kesadaran perbaikan guru itu.
Dengan
tidak mengulangi rasa tandzim kepada guru, semoga kita semua terhindar dari
kemunafikan yang nyata, saat apa yang dikatakan kontras dengan apa yang
dinampakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar